TAWADLU' DAN TAQWA

 Assalamu'alaikum warohmatullahi wabarokatuh


AHWAL DALAM TASAWUF: TAWADLU' DAN TAQWA


A. AHWAL
Ahwal adalah jamak daripada kata hal yang artinya keadaan, yakni keadaan hati yang dialami oleh para ahli sufi dalam menempuh jalan untuk dekat dengan Tuhan. 

Ahwal juga bisa diartikan dengan situasi kejiwaan yang diperoleh oleh seorang sufi sebagai suatu karunia Allah Swt, bukan dari hasil usahanya. Ahwal atau hal, merupakan keadaan mental seperti perasaan senang, sedih, perasaan takut dan sebagainya. Dapat pula diartikan dengan keadaan-keadaan spiritual. Sebagai anugerah dan karunia Allah Swt kepada hati para penempuh jalan spiritual. Ahwal dan hal, merupakan suatu anugerah dan rahmat dari Tuhan, hal bersifat sementara, datang dan pergi bagi seorang sufi dalam perjalanannya mendekatkan diri dengan Tuhan.
Menurut Harun Nasution, hal merupakan keadaan jiwa, seperti perasaan senang, perasaan sedih, perasaan takut dan sebagainya. Menurut At-Thusi, ahwal adalah apa 
yang di dalam hati karena ketulusannya dalam mengingati Allah, senada dengan At-Thusi yaitu Al-Junaidi menjelaskan hal adalah sesuatu yang datang dan singgah ke dalam hati, namun tidak pernah menetap.

B. TAWADHU'
1. Pengertian Tawadhu
Secara Terminologi berarti rendah hati, lawan dari sombong atau takabur. Tawadhu menurut Al-Ghozali adalah mengeluarkan kedudukanmu atau kita dan menganggap orang lain lebih utama dari pada kita. Tawadhu menurut Ahmad Athoilah adalah sesuatu yang timbul karena melihat kebesaran Allah, dan terbukanya sifat-sifat Allah.
Tawadhu yaitu perilaku manusia yang mempunyai watak rendah hati, tidak sombong, tidak angkuh, atau merendahkan diri agar tidak kelihatan sombong, angkuh, congkak, besar kepala atau kata-kata lain yang sepadan dengan tawadhu.
Tawadhu artinya rendah hati, tidak sombong, lawan dari kata sombong. Yaitu perilaku yang selalu menghargai keberadaan orang lain, perilaku yang suka memuliakan orang lain, perilaku yang selalu suka mendahulukan kepentingan orang lain, perilaku yang selalu suka menghargai pendapat orang lain.

2. Dalil-dalil yang Menjelaskan Tentang Tawadhu
Berikut merupakan firman Allah yang terdapat di dalam al-Qur'an tentang perintah untuk tawadhu: 
a. Perintah untuk bertawadhu ketika Berdoa 
QS. Al-An’am [6]: 63
Artinya: Katakanlah “Siapakah yang dapat menyelamatkan kamu dari bencana di darat dan di laut, yang kamu berdoa kepada-Nya dengan rendah diri dengan suara yang lembut (dengan mengatakan: Sesungguhnya jika Dia menyelamatkan Kami dari (bencana) ini, tentulah Kami menjadi orang-orang 
yang bersyukur)”.
Dari dalil tersebut dijelaskan bahwa seseorang yang mendapatkan suatu cobaan atau ujian diperintahkan untuk berdoa dengan merendahkan diri dan dengan suara lembut, yang dimaksud rendah diri diatas adalah bermakna positif yaitu rendah hati atau juga bisa disebut dengan tawadhu.
b. Perintah untuk bertawadhu kepada Orang Tua 
QS. Al-Isra‟ [17]: 24
Artinya: dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil”.
Dari ayat ini dijelaskan bahwa seseorang diperintahkan untuk merendahkan hatinya kepada kedua orang tua, yang mana orangtua telah mendidik seseorang tersebut dari kecil hingga dewasa. 
c. Perintah untuk bertawadhu dalam Memohon
QS.Al-An'am [6]: 42-43 
Artinya : “dan Sesungguhnya Kami telah mengutus (rasul-rasul) kepada umat-umat yang sebelum kamu, kemudian Kami siksa mereka dengan (menimpakan) kesengsaraan dan kemelaratan, supaya mereka memohon (kepada Allah) dengan tunduk merendahkan diri”. 42
“Maka mengapa mereka tidak memohon (kepada Allah) dengan tunduk merendahkan diri ketika datang siksaan Kami kepada mereka, bahkan hati mereka telah menjadi 
keras, dan syaitanpun Menampakkan kepada mereka kebagusan apa yang selalu mereka kerjakan.” 43
Sikap rendah diri, rendah hati, atau tawadhu yang tersirat dalam ayat tersebut adalah sikap tawadhu pada saat kita memohon kepada Allah. Pada ayat ini, Allah SWT juga memerintahkan kepada umat manusia agar berdoa dengan hati tawadhu dalam keadaan apa saja. 

3. Faktor yang Membentuk Sikap Tawadhu
Tawadhu adalah satu bentuk budi pekerti yang baik, hal ini bisa diperoleh bila ada keseimbangan antara kekuatan akal dan nafsu. Faktor-faktor pembentuknya adalah: 
a. Bersyukur 
Bersyukur dengan apa yang kita punya karena itu semua adalah dari Allah, dengan pemahamannya tersebut maka tidak pernah terbesit sedikitpun dalam hatinya kesombongan dan merasa lebih baik dari orang lain.
b. Menjauhi Riya’ 
Lawan ikhlas adalah riya’, yaitu melakukan sesuatu bukan karena Allah, tetapi karena ingin dipuji atau karena pamrih. Kita harus menjauhi riya atau berusaha mengendalikan diri untuk tidak menampakan kelebihan yang kita miliki kepada orang lain. Karena itu juga yang akan membuat kita jadi 
sombong dan tinggi hati. 
c. Sabar 
Menahan diri dari segala sesuatu yang tidak disukai karena mengharap ridho Allah, atau bersabar dalam segala cobaan dan godaan yang berusaha mengotori amal kebaikan kita, apalagi disaat pujian dan ketenaran mulai datang dan menghampiri kita, maka akan merasa sulit bagi kita untuk tetap menjaga kemurnian amal sholeh kita, tanpa terbesit adanya rasa bangga di hati kita. 
d. Hindari sikap takabur 
Lawan dari sikap tawadhu adalah takabur atau sombong, yaitu sikap menganggap diri lebih, dan meremehkan orang lain. Kita harus bisa menghindari sikap takabur, karena biasanya orang sombong akan menolak kebenaran, kalau kebenaran itu datang dari pihak yang statusnya dianggap lebih rendah dari dirinya. 
e. Berusaha mengendalikan diri untuk tidak menampakan kelebihan yang kita miliki kepada orang lain

4. Ciri-ciri Tawadhu
Sikap tawadhu itu merupakan sikap rendah hati yang diwujudkan dalam beberapa tindakan-tindakan nyata sebagai berikut : 
a. Salah satu sikap tawadhu dapat ditunjukkan pada saat kita berdoa kepada Allah. Saat berdoa, seseorang dapat dikatakan tawadhu apabila ada rasa takut (khauf) dan penuh harap (raja‟) kepada Allah SWT. Jika seseorang berdoa dengan rasa takut kepada Allah SWT, maka ia pasti tidak akan berdoa dengan sembarang cara. Etika dalam berdoa pasti akan dilakukannya dengan cara yang benar. Demikian pula, seseorang yang berdoa dengan penuh harap (raja') maka ia akan selalu optimis, penuh keyakinan dan istiqamah dalam memohon. Ia yakin bahwa tidak ada yang bisa memenuhi semua keinginannya kecuali dengan pertolongan Allah, sehingga perasaan ini tidak akan menjadikannya sombong dan angkuh. 
b. Tawadhu juga berkaitan dengan sikap baik kita kepada orangtua dan orang lain. Kepada orangtua, kita bersikap penuh hormat dan patuh terhadap perintah-perintahnya. Jika mereka memerintahkan kepada hal-hal yang positif, kita berusaha memenuhinya sekuat tenaga. Sebaliknya, jika orangtua memerintahkan kita kepada hal yang buruk, maka kita berusaha menolaknya dengan cara ramah. Kepada orang lain sikap tawadhu juga bisa ditunjukan 
dengan memperlakukan mereka secara manusiawi, tidak menyakiti mereka, berusaha membantu dan menolong mereka, serta menyayangi mereka sebagaimana kita menyayangi diri sendiri. 
c. Seseorang dapat belajar sikap tawadhu salah satunya dengan berusaha tidak membangga-banggakan diri dengan apa yang kita miliki. Sikap membanggakan diri sangat dekat dengan kesombongan. Sementara, 
kesombongan itu merupakan lawan daripada tawadhu. Dengan demikian, berusaha menahan diri dari sikap membangga-banggakan diri secara berlebihan akan memudahkan seseorang untuk menjadi pribadi-pribadi yang 
tawadhu.

C. TAQWA
1. Pengertian Taqwa
Takwa Menurut Etimologi Para pengarang ensiklopedi sepakat mengatakan bahwa akar kata takwa adalah waqa-wiqayah yang berarti memelihara dan menjaga. Seperti diungkapkan oleh al-Khalil bin Ahmad, al￾Azhary dalam Maqayis al-Lughah, alJauhary dalam al-Shihhah, dan juga al-Ashfahany dalam al-Mufradat fi Gharib al-Quran. Dari makna dasar itulah secara bahasa takwa mengandung beberapa pengertian:
Pertama: menjaga sesuatu dari yang menyakitkan dan membahayakan. 
Kedua: menjaga diri dari yang ditakutkan (alAshfahany, t.th : 530). 
Ketiga: menghalangi antara dua hal (Ibnu Ismail, 1996 : 3/169). 
Keempat: bertameng (berlindung) dengan sesuatu atau dengan orang ketika menghadapi musuh atau sesuatu yang dibenci. Kelima: menghadapi sesuatu dan melindungi diri (dari bahayanya). Keenam: mengambil perisai untuk menutupi dan menjaga. 
Ketujuh: menjaga diri dan menolak hal-hal yang tidak disukai. Kedelapan: hati-hati, waspada dan menjauh dari yang menyakitkan. Kesembilan takut kepada Allah dan merasakan pengawasan-Nya. Bertaqwa kepada Allah adalah memelihara diri dari murka dan siksa Allah, dengan cara tidak melanggar agama dan syariat-Nya. Ibnu Jarir meriwayatkan dari Qatadah; bahwa dia berkata mengenai penafsiran ayat ini: 
maksudnya, dekatkanlah dirimu pada Allah dengan mematuhi-Nya dan melakukan amal perbuatan yang membuat-Nya ridho.”

2. Ruang lingkup taqwa
a. Hubungan manusia dengan Allah
Seorang yang bertaqwa (muttaqin) adalah seorang yang menghambakan dirinya kepada Allah SWT dan selalu menjaga hubungan dengannya setiap saat sehingga kita menghindari dari kejahatan dan kemungkaran serta membuatnya konsisten terhadap aturan-aturan Allah SWT. 
Memelihara hubungan dengan Allah dimulai dengan melaksanakan ibadah secara sungguh-sungguh dan ikhlas seperti mendirikan sholat dengan khusyuk.
b. Hubungan manusia dengan dirinya sendiri
Manusia juga harus bisa menjaga hati nurani dengan baik seperti yang telah di contohkan oleh Nabi Muhammad dengan sifatnya yang 
sabar, pemaaf, adil, ikhlas, berani, memegang amanah, mawas diri, dll. Selain itu, manusia juga harus bisa mengendalikan hawa nafsunya.
c. Hubungan manusia dengan manusia
Semua konsep memberikan gambaran tentang ajaran-ajaran yang berhubungan antara manusia dengan manusia atau yang disebut pula sebagai ajaran kemasyarakatan, manusia diciptakan oleh Allah terdiri dari laki-laki dan perempuan. Mereka hidup berkelompok-kelompok, berbangsa-bangsa dan bernegara. Mereka membutuhkan satu sama lain sehingga manusia disebut dengan makhluk sosial. Maka tidak ada tempat untuk menyombongkan dan 
membanggakan diri.
3. Ciri-ciri khusus orang yang bertaqwa
Ciri-ciri orang bertaqwa disebutkan dalam Al-Qur’an, yaitu:
a. Ali Imran ayat 76, “ Barang siapa menepati janjinya, maka Tuhan menyukai orang-orang yang bertaqwa.”
b. Al-Maidah ayat 8, “ Tegakkanlah keadilan, karena adil itu lebih dekat kepada taqwa.”
c. Al-Baqarah ayat 273, “ Kalau kamu memaafkan, maaf itu lebih dekat kepada taqwa.”
d. At-Taubat ayat 7, “ Selama mereka bersifat lurus kepadamu, hebdaklah kamu bersikap teguh hati (istiqomah) kepada mereka, sesungguhnya Tuhan itu menyukai orang-orang yang taqwa.”
e. Ali Imran ayat 200, “ Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetap bersiap siaga dan bertaqwalah kepada Allah, supaya kamu beruntung.”

-----------------------------------------------------------------------------
OPINI: 

Tawadhu yaitu perilaku manusia yang mempunyai watak rendah hati, tidak sombong, tidak angkuh, atau merendahkan diri agar tidak kelihatan sombong, angkuh, congkak, besar kepala atau kata-kata lain yang sepadan dengan tawadhu.
Orang yang punya sikap Tawadhu' meskipun ia secerdas apapun dia masih mau membantu temannya yang membutuhkan bantuan, yang sesulitan dan yang kesusahan maka dari itu manusia jika memiliki sikap Tawadhu' didalam hati nya akan tenang tentram dan tidak ada orang yang mengganggunya serta jika seseorang punya sikap Tawadhu' dia akan dimasukkan ke dalam surga Allah.
Contoh sikap tawadhu' diantaranya:
1. Tidak menyombongkan jabatan, pangkat, ilmu, bahkan kekayaannya terhadap orang lain.
2. Berteman terhadap siapa saja tanpa memandang derajatnya.
3. Menyembunyikan keahlian, kepintaran, maupun kompetensinya dari orang lain agar terhindar dari sikap sombong, dsb.

Takwa Menurut Etimologi para pengarang ensiklopedi sepakat mengatakan bahwa akar kata takwa adalah waqa-wiqayah yang berarti memelihara dan menjaga, yakni menjaga sesuatu dari yang menyakitkan dan membahayakan. 
Sifat – Sifat Orang yang Bertakwa:
1. Beriman kepada Allah dan Rasulnya
2. Mendirikan shalat
3. Menafkahkan sebagian rezekinya
4. Menunaikan setiap kewajibannya
5. Menjauhi kemaksiatan
6. Rajin dalam melakukan ketaatan kepada Allah, dsb. 

Seorang yang taqwa senantiasa takut akan dosa-dosa nya kepada Allah SWT, orang taqwa selalu merasa dirinya itu banyak dosa kepada Allah SWT dan harus segera berlomba mencari kebaikan, dan masih banyak lagi. 

Sekian, terimakasih.

Wassalamu'alaikum warohmatullahi wabarokatuh

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KHAUF DAN RAJA'

MAQAMAT TAWAKKAL & MAHABBAH

First time blog!!! Introduce myself